Kamis, 19 April 2018

Pembahasan Penentuan Kadar Kafein


A.    Pembahasan
Praktikum kimia farmasi analisis II kali ini yaitu mengenai senyawa golongan xanthin, kelompok kami menganalisis kadar dari salah satu senyawa golongan xanthin yaitu kafein dalam suatu sediaan farmasi berupa serbuk dengan nomor sampel 5A. Dari hasil praktikum kemarin pertama-tama dilakukan isolasi sampel dari 2,25 gram sampel yang digunakan dengan asumsi bahwa dalam filtrat yang didapatkan setelah proses pelarutan hingga 50 ml mempunyai konsentrasi 2% bila diketahui kandungan kafein yang biasa ada di pasaran sebesar 200 mg dengan bobot rata-rata tabletnya 450 mg.
Dalam proses isolasi tersebut digunakan pelarut asam klorida 0,1 N sebanyak 10 ml karena menurut Florey kafein larut baik dalam asam klorida. Dalam proses isolasinya dari mulai di vortex untuk mempercepat proses pelarutan atau penarikan senyawa target hingga dilakukannya sentrifugasi untuk memisahkan larutan heterogen (filtrate dengan residu) hanya dilakukan satu kali pengerjaan karena dalam satu kali pengerjaan tersebut semua serbuk langsung larut seluruhnya atau tidak ada residu yang dihasilkan.
Dari hasil tersebut kemungkinan sampel yang digunakan adalah senyawa murninya (kafein) atau juga pelarut asam klorida bukanlah pelarut spesifik dalam memisahkan kafein dengan matriksnya sehingga mungkin pelarut asam klorida juga melarutkan matriks-matriksnya. Kelompok kami tetap menggunakan pelarut asam klorida dalam proses isolasinya karena bila digunakan pelarut lain seperti misalnya kloroform (memiliki perbandingan kelarutan 1 : 6 menurut Florey volume 15) walaupun memiliki perbandingan kelarutan yang baik atau mudah larut, tapi dalam proses pengerjaannya lebih panjang dibandingkan dengan menggunakan pelarut asam klorida. Sedangkan ketika digunakan etanol 96 % kelarutannya agak sukar larut ( 1 : 75 menurut Florey volume 15) sehingga setelah proses sentrifugasi, filtrat yang dihasilkan tidak memberikan hasil positif ketika diuji kualitatif dengan menggunakan pereaksi dragendorf, dikarenakan perbandingan kelarutannya yang lebih tidak larut, sama hal nya jika digunakan pelarut eter yang sukar larut (1 : 600 menurut Florey volume 15) dan aseton yang agak sukar larut (1 : 50 menurt Florey volume 15).
Sedangkan filtrat yang dihasilkan dari proses isolasi menggunakan pelarut asam klorida memberikan hasil positif mengandung senyawa kafein dengan terbentuknya endapan berwarna coklat dengan pereaksi dragendrof. Uji kualitatif tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi atau memastikan senyawa yang hendak dianalisis berhasil terlarutkan dan terkandung dalam filtrat. Pemilihan pereaksi dragendorf sebagai pereaksi uji kualitatif filtratnya karena kafein (senyawa xanthin) tergolong ke dalam kelompok senyawa alkaloid sehingga dengan pereaksi tersebut akan menghasilkan endapan berwarna coklat.
Filtrat yang didapatkan dari proses isolasi tersebut selanjutnya dianalisis kandungan atau kadarnya dengan menggunakan metode titrasi iodometri. Prinsip dasar dari titrasi iodometri ini yaitu sampel bertindak sebagai oksidator sedangkan iodium (I2) bertindak sebagai reduktor maka keduanya akan melakukan reaksi reduksi-oksidasi (redoks). Namun, berbeda halnya pada sampel kafein yang tidak bisa direduksi karena ikatan-ikatan yang ada pada struktur molekulnya sudah stabil. Oleh karena itu, titrasi iodometri ini didasarkan pada pembentukan kompleks endapan tetraiodida yang dihasilkan dari adanya sampel yang bereaksi dengan iodium yang dihasilkan dari proses oksidasi kalium-iodat (KIO3) dalam suasana asam.
Pada titrasi iodometri ini sebelum melakukan penetapan kadar terhadap sampel harus dilakukan juga pembakuan larutan pentiter, di mana pentiter yang digunakan pada titrasi ini yaitu larutan natrium tiosulfat. Alasan dilakukannya pembakuan natrium tiosulfat, dikarenakan natrium tiosulfat ini bersifat tidak stabil sehingga perlu adanya pembakuan, hasil dari pembakuan ini didapatkan konsentrasi natrium tiosulfat sebesar 0,086 N. Kemudian dilanjutkan dengan penetapan kadar kafein dalam sampel yang perlu ditambahkan dengan kalium-iodat (KIO3) dalam suasana asam dengan diberi beberapa perlakuan yang bertujuan supaya KIO3 dapat teroksidasi oleh adanya asam menjadi iodium (I2) kemudian iodium yang terbentuk akan bereaksi dengan sampel dan membentuk endapan tetraiodida (C8H10O2N4.HI.I4). Lalu sampel yang telah diberi perlakuan di atas dipipet 10 mL dan ditambahkan dengan 10 mL kloroform.
Penambahan kloroform ini bertindak sebagai indikator untuk menentukan titik akhir titrasi dan jumlah volume kloroformnya harus sebanding dengan jumlah sampel yang ditambahkan, agar dalam pengamatannya terlihat lebih jelas. Pada saat penambahan indikator kloroform ke dalam erlenmeyer terbentuk larutan 2 fase yang kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat yang telah dibakukan.
Pada saat penambahan natrium tiosulfat ke dalam titran terjadi pembentukan warna violet di fase bawah dan warna kuning di fase atas. Penambahan natrium tiosulfat ini bertujuan untuk membebaskan iodium yang terikat dengan sampel yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning di fase atas, sedangkan warna ungu yang terbentuk dikarenakan iodium yang dibebaskan tadi akan ditarik oleh fase kloroform yang mengindikasikan bahwa iod sudah bebas seluruhnya.
Adapun penentuan titik akhir titrasi ini dilakukan pada saat perubahan warna ungu dan kuning tersebut menjadi tidak berwarna. Dan diperoleh volume titik akhir titrasinya sebesar 14,5 mL. Sehingga dari proses titrasi ini belangsung didapatkan mgrek I2 sebanding dengan mgrek natrium tiosulfat, dan mgrek I2 sebanding dengan mgrek sampel. Oleh sebab itu, dari data yang diperoleh dapat diketahui % kadar kafein di dalam sampel 5A sebesar 53,94%.

B.     Kesimpulan
Penetapan kadar kafein dengan nomor sampel 5A dengan menggunakan metode titrasi iodometri didapatkan kadarnya sebesar 53,94%.
DAFTAR PUSTAKA
Florey, Klaus. 1986. Analytical Profiles of Drug Substances. Academic Press, Inc
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Sudjadi dan Abdul Rohman. 2015. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar: